Langsung ke konten utama

Gara - gara Android, Google digugat Oracle

Melesatnya pertumbuhan Android di kancah persaingan sistem operasi ponsel pintar membuat Oracle turut tergiur.

Seperti dikutip dari InformationWeek, akhir pekan lalu Oracle menggugat Google, mengklaim sistem operasi besutannya, Android melanggar beberapa hak cipta yang terkait dengan Java.

Oracle menuduh Google melanggar tujuh paten yang dimiliki Oracle. "Dalam pengembangan Android, Google mengetahui secara langsung dan secara berulang-ulang melanggar properti intelektual yang menyangkut Java yang dimiliki oleh Oracle. Gugatan ini mencari solusi yang patut dari pelanggaran ini," ujar juru bicara Oracle Karen Tillman seperti dikutip dari InfoWorld.

Sejak Oracle mengakuisisi Sun Microsystems senilai US$ 5,6 miliar pada Januari lalu, Oracle juga mengambil alih hak atas berbagai teknologi yang sebelumnya dikembangkan oleh Sun, termasuk Java, MySQL, dan OpenOffice.

Namun, Oracle mengatakan, Java adalah salah satu properti yang paling berharga dari akuisisi tersebut. Chief Executive Oracle Larry Ellison mengatakan bahwa ia ingin agar Oracle mengembangkan lebih banyak aplikasi Java untuk ponsel dan netbook.

Seperti dilansir EconomicTimes, analis IDC Al Hilwa mengatakan bahwa Oracle melisensikan teknologi Java Micro Edition kepada beberapa perusahaan pembuat handset termasuk Nokia dan Motorola, sehingga teknologi itu memberikan nilai tambah bagi Oracle.

Namun, kebanyakan lisensi Java ME biasanya hanya digunakan oleh ponsel-ponsel kelas bawah, ketimbang ponsel pintar. Seiring dengan tumbuhnya ponsel pintar, Oracle juga ingin mengambil bagian di segmen ini. Android sendiri, bisa jadi merupakan salah satu perangkat konsumer yang paling sukses yang menggunakan Java.

Sementara Google yang dipimpin oleh Eric Schmidt (sebelumya sempat menjabat sebagai Chief Technology Officer Sun) menolak klaim Oracle.

"Komunitas Java open-source telah melangkah sangat jauh melebihi perusahaan manapun dan bekerja setiap hari untuk menjadikan web menjadi tempat yang lebih baik. Kami tentu saja akan mempertahankan standar sumber terbuka dan akan terus bekerja di industri ini untuk mengembangkan platform Android," kata juru bicara Google Aaron Zamost, kepada ComputerWorld.

Seperti dilansir dari InfoWorld, analis Gartner Ken Dulaney mengatakan, saat Google mengembangkan Android, Google menyertakan teknologi yang kompatibel dengan Java bernama Dalvik, ke dalam Android. Dalvik dikembangkan sebagai versi "clean room" dari Java.

Artinya, Google membangunnya dari awal tanpa menggunakan teknologi dan properti intelektual milik Sun manapun. "Anda tak bisa hanya mengambil aplikasi Java application milik Sun yang telah dilisensikan. Anda musti melakukan compile ulang untuk Dalvik," kata Dulaney.

Dalvik, kata Dulaney, hanya salah satu opsi untuk membuat aplikasi untuk Android applications. Para pengembang juga bisa menggunakan HTML5 dan bahasa C. Namun, Dalvik juga digunakan di beberapa aplikasi inti Android, seperti email.

Dulaney memperkirakan, motif Oracle menuntut Google adalah kesuksesan Android di pasar smartphone. "Sekarang mereka memiliki Sun dan mereka ingin mengumpulkan royalti dari bahasa pemrograman itu," kata Dulaney.

Semakin seru saja ya persaingan antara pengembang aplikasi. Ayo nantikan perkembangan selanjutnya, stay on InfoKita

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngerjain tugas dapet banyak duit

Huhh...sudah lama banget kayanya ngak nyentuh dengan blog ini. Mungkin dikaenakan dengan kesibukan Ujian-ujian sekolah, maklum masih sekolah,hhe dan yang pastinya dengan penyempurnaan blog baru saya " Exploring Indonesia ". Ok langsung saja kita mulai lagi. Pda postingan kali ini saya akan memberitahu ada satu lagi program yang didesian khusus untuk kita (orang uang kekurangan duit). Untuk mendapatkan uangnya tidaklah terlalu ribet, baru daftar saja langsung dapat $1.5, lumayan gak tuh? Nah bisnis ini bernama myeasytask, jadi disini kita mengerjakan tugas seperti daftar di situs orang, membuat review tentang sesuatu, promosi web orang ke forum dan lain sebagainya. Nah keuntungan yang anda dapatkan dengan bergabung dengan program ini adalah: 1. Mendapatkan Bonus langsung sebesar $1.5 2. Komisi $0.20 per refferal 3. setiap kali mengerjakan tugas anda akan mendapatkan rata-rata $0.1 – $1, dengan asusmsi setiap hari anda mengerjakan tugas 10x maka anda akan mendapatkan $1/hari de...

Beasiswa D2, D3, dan S1 ke Jepang 2013/2014

Akhirnya beasiswa D2, D3, dan S1 untuk tahun ajaran 2013/2014 kembali dibuka juga. Akhir-akhir ini, kita paling sering mendapat pertanyaan seputar beasiswa ke Jepang ini, apakah tahun ini kembali dibuka, apakah rutin diadakan setiap tahunnya, dll. Sempat bikin kita ketar-ketir juga, soalnya tanggal pembukaan beasiswa ini sedikit mundur dari tahun kemarin. Padahal program yang rutin diadakan oleh Pemerintah Jepang setiap tahunnya ini merupakan beasiswa favorit teman-teman, terlihat dari banyaknya jumlah pertanyaan setiap kali ada informasi seputar beasiswa ini. Persyaratan Umum Lahir antara 2 April 1991 dan 1 April 1996 Lulus SMA dengan nilai rata-rata ijazah atau rapor kelas 3 semester terakhir minimal: 8,4 untuk jenjang S1 8,2 untuk jenjang D3 8,0 untuk jenjang D2 Program Studi Pilihan D2 mana masa belajar adalah 2 tahun (termasuk belajar bahasa Jepang selama 1 tahun). Civil Engineering and Architecture; Electrical and Electronic Engineering; Wireless Communicatio...

Online hate speech could be contained like a computer virus, say researchers

Artificial intelligence is being developed that will allow advisory ‘quarantining’ of hate speech in a manner akin to malware filters – offering users a way to control exposure to ‘hateful content’ without resorting to censorship. The spread of hate speech via social media could be tackled using the same ‘quarantine’ approach deployed to combat malicious software, according to University of Cambridge researchers. Definitions of hate speech vary depending on nation, law and platform, and just blocking keywords is ineffectual: graphic descriptions of violence need not contain obvious ethnic slurs to constitute racist death threats, for example. As such, hate speech is difficult to detect automatically. It has to be reported by those exposed to it, after the intended “psychological harm” is inflicted, with armies of moderators required to judge every case. This is the new front line of an ancient debate: freedom of speech versus poisonous language. Now, an ...