Wawancara ini ditulis oleh Eka Santhika dari Tabloid PCPlus edisi 31 Agustus – 13 September.
Batista Harahap
Yuk, ngobrol dengan salah seorang pengmbang aplikasi Android yang masih cukup langka di Indonesia.
Misalnya kamu ingin mencari lokasi tempat makan terdekat. Dengan tampilan Augmented Reality milik aplikasi Urbanesia, kamu bias mendeteksi secara langsung lokasi tempat makan tersebut. Arahkan ponsel sambil mengaktifkan kamera ke arah tertentu. Aplikasi ini akan menampilkan berbagai pilihan tempat makan yang kamu cari. Besar-kecilnya ikon menunjukkan jauh dekatnya lokasi itu dari tempatmu berada. Putar badanmu bersama si ponsel, dan kamu pun akan mendapatkan pilihan tempat makan berbeda. Selain berbentuk augmented reality, tersedia pula pilihan daftar tempat berupa teks maupun peta pada aplikasi ini.
Siapa yang berada di balik ide segar aplikasi Android dengan fitur augmented reality ini? Dialah Batista Harahap. Pria yang kini menjabat sebagai Chief Innovation Manager Urbanesia ini merupakan salah satu pengembang aplikasi Android yang masih cukup langka di Indonesia. PcPlus sempat berbincang-bincang dengan pria muda ini di kantor Urbanesia di bilangan Arteri Pondok Indah, Jakarta Selatan. Ia rupanya begitu percaya diri dengan profesinya sebagai pengembang web dan aplikasi.
Pasalnya, meskipun sempat dua kali menjalani kehidupan perkuliahan yang tidak tamat, ia terkejut ternyata masih bias menyambung hidup dan memperoleh penghasilan dari kegemarannya mengembangkan web dan aplikasi. Berikut petikan wawancara PCPlus dengannya.
PCplus : Kapan pertama kali belajar pemograman?
Batista Harahap: Umur 11 atau 12 tahun. Dulu kan bokap beli computer. Pas membelinya, sepertinya bokap lagi tertarik sama programming. Simpel banget, nama bahasa pemogrammannya Basic. Nah, itu Appale Basic, sementara computer gue itu PC biasa doing. Nah, gue kudu putar otak. Kok, yang ditulis di buku itu sama yang ada di computer ini ngak sama ya?
Buku Itu?
Iya, buku Basic itu, bahasa Inggris pula. Jadi gue belajar banyak dari situ. Ada mungkin dua minggu gue terus mikirin gimana caranya. Sampai akhirnya bias juga keluar “Halo Tista”. Sejak itu, gue jatuh cinta deh (dengan pemogramman), ngak bias ke lain hati. Entah udah berapa computer yang gue rusakin buat belajar.
Gimana saat masa – masa kuliah?
Kuliah (sampai) dua kali malah, dua-duanya ngak lulus. Pertama di Binus, kedua di Malaysia. Gue mikirnya, gue udah tahu mau ngapain di dunia web. Gue udah tahu masa depan gue disini. Smentara pas gue kuliah, kok yang diajarin kayak gini ya? Ngak ada hubungannya sama yang gue mau. Karen ague waktu kuliah juga merasa ngakbisa ngapa-ngapain. Giliran gue cabut dari sana, eh, ternyata gue bias nyari duit dari web doing.
Waktu itu kayak gimana developing web-nya?
Freelance, bikini website orang dulu. Dari situ belajar banyak. Karena, menurut gue, kalau belajar teknisnya doang, kamu ngak ada experiencenya dalam me-manage sebuah website. Kalau teknis doing semua orang bias belajar, tapi kan bikin website menjadi sukses, ngak semua orang bisa.
Enaknya jadi pengembang Android?
Kalau di Android, semua terbuka, ngak ada yang ditutupi. Nyari (informasi)-nya gampang.
Antara iPhone, Android, dan Blackberry, mana prospek terbaik bagi seorang mobile developer?
Android lah.
Kenapa?
Belajarnya gampang. Gue sendiri butuh sekitar sebulan buat belajar ngembangin Android. Sumbernya kan banyak. Menariknya, kalau Apple, satu perusahaan yang mainin pasarnya satu dunia. Kalau Android, yang jadi marketingnya semua vendor. Seperti kemarin waktu ICS, pas masuk, hijau semua(warna logo Android-red). Banyak sekali vendor yang pakai Android, ponsel yang low to mind itu banyak sekali.
Apliaksi apa saja yang sudah pernah dibuat?
Aplikasi pertama namanya Poligami. Aplikasi augmented reality yang pakai data urbanesia juga. Bedanya, Poligami menampilkan semua yang ada di sekitar kita, nearby. Tidak seperti aplikasi Urbanesia ini yang sudah segmented.
Apa sih augmented reality itu?
Augmented reality itu pertama kali denger keren banget. Padahal dari awal Nokia punya ponsel berkamera, foto-foto yang ditmabhakan theme-nya itu sebenarnya adalah augmented reality—menambahkan sesuatu yang virtual ke adalam dunia yang nyata. Waktu itu gue pernahbikin artikel buat dailysocial, tentang poligamai. Sebab, teknologi ini dari awal sampai sekarang udah dikawinin oleh berbagai macam teknologi yang dating kemudian (seperti poligami jadinya).
Bagaimana dengan perkembangan developer local?
Selama ini gue melihat orang-orang Indonesia yang pinter, Cuma perusahaannya yang jadi gede. Tapi developernya sendiri ngak kedengeran. Dia siapa itu ngak ketahuan.
Oleh karena itu dibutuhkan organisasi?
Ini sebenernya yang dibutuhkan. Kumpul jadi satu. Selama ini kan kita tercerai- berai, jadi mereka dengan gampang bilang, “Eh, gue mau software lo, harganya Cuma segini doing.” Kalau kita jadi satu, satu suara, kan kita bias bilang, “Ngak mau, harganya mesti segini.” Tujuannya sih ke sana. Contohnya ya, startuplokal itu. Di startup meetup ketiga, Natali Ardianto bilang, kemungkinan kita akan mendirikan asosiasi yang akan membawahi kita semua. Supaya kita punya suara.
Komentar
Posting Komentar
Ayo utarakan saran atau tambahan atau bahkan kritik lewat Komentar